Minggu, 01 Mei 2016

Leadership




Gaya kepemimpinan  Ir. Soekarno

Leadership: Kemampuan mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok, kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau kelompok, memiliki kemampuan atau keahlian khusus dalam bidang yang diinginkan oleh kelompoknya, untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok.
Ir. Soekarno adalah pemimpin yang kharismatik, memiliki semangat pantang menyerah dan rela berkorban demi persatuan dan kesatuan serta kemerdekaan bangsanya. Namun berdasarkan perjalanan sejarah kepemimpinannya, ciri kepemimpinan yang demikian ternyata mengarah pada figur sentral dan kultus individu. Menjelang akhir kepemimpinannya terjadi tindakan politik yang sangat bertentangan dengan UUD 1945, yaitu mengangkat Ketua MPR (S) juga.
Gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh Ir. Soekarno berorientasi pada moral dan etika ideologi yang mendasari negara atau partai, sehingga sangat konsisten dan sangat fanatik, cocok diterapkan pada era tersebut. Sifat kepemimpinan yang juga menonjol dan Ir. Soekarno adalah percaya diri yang kuat, penuh daya tarik, penuh inisiatif dan inovatif serta kaya akan ide dan gagasan baru. Sehingga pada puncak kepemimpinannya, pernah menjadi panutan dan sumber inspirasi pergerakan kemerdekaan dari bangsa-bangsa Asia dan Afrika serta pergerakan melepas ketergantungan dari negara-negara Barat (Amerika dan Eropa).
Soekarno termasuk sebagai tokoh nasionalis dan anti-kolonialisme yang pertama, baik di dalam negeri maupun untuk lingkup Asia. Dalam perjuangannya, mereka harus memiliki visi kemasyarakatan dan visi tentang negara merdeka. Ini khususnya ada dalam dasawarsa l920-an dan 1930-an pada masa kolonialisme kelihatan kokoh secara alamiah dan legal di dunia. Prinsip politik mempersatukan elite gaya Soekarno adalah “alle leden van de familie aan een eet-tafel” (semua anggota keluarga duduk bersama di satu meja makan). Dia memperhatikan asal-usul daerah, suku, golongan, dan juga partai.

Tindakan apa yang dilakukan Soekarno Sebelum Kemerdekaan ?
Pada masa pergerakan nasional kita telah mengenal beberapa kelompok organisasi sosial maupun politik seperti: Boedi Utomo, Sarikat Islam, dsb, yang masing-masing berjuang untuk tujuan yang sama yaitu melepaskan diri dari kolonialisme Belanda. Salah satu dari gerakan tersebut adalah nasionalisme radikal (PNI) yang didirikan oleh Soekarno, dialah yang memberikan warna pada gerakan tersebut dan dia pula yang menempatkan nasionalisme pada tempat yang paling tinggi.
Bagi Soekarno, bangsa, kebangsaan atau nasionalisme dan tanah air merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Dia memandang semuanya sebagai “Ibu Indonesia” yang memberikan seluruh isi alamnya untuk hidup kita semua. Itu sebabnya dia mengajak kita untuk memperhambakan diri kepadanya. Penderitaan bangsa Indonesia dibawah kolonialisme Belanda juga memberikan pengaruh terhadap warna nasionalisme yang diyakininya. Nasionalisme yang diyakininya adalah berdasarkan menselijkheid. Nasionalismeku adalah perikemanusiaan”,
Soekarno menciptakan Pancasila yang terdiri dari: Kebangsaan Indonesia; Internasionalisme atau perikemanusiaan; Mufakat atau Demokrasi; Kesejahteraan Sosial dan Ketuhanan Yang Berkebudayaan; yang kemudian menjadi dasar negara Indonesia.

Tindakan Soekarno Setelah Kemerdekaan :
Sehari setelah diproklamasikan kemerdekaan Indonesia, PPKI segera menunjuk Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia yang pertama. Ini semua tidak lepas atas kontribusi yang diberikannya kepada bangsa ini, sehingga bangsa ini telah sampai kepada pintu gerbang kemerdekaannya. Selanjutnya, Soekarno yang telah mendapat legitimasi dan wewenang bergerak untuk memimpin jalannya roda pemerintahan Indonesia.
Ternyata, Indonesia yang sudah memproklamasikan kemerdekaannya belumlah sepenuhnya merdeka. Indonesia masih mendapatkan ancaman dari serdadu Belanda yang datang melakukan agresi militer sekaligus gencatan senjata. Walaupun didalam jiwa bangsa Indonesia masih bergelora semangat juang “Sekali Merdeka tetap merdeka” dan “Merdeka atau Mati”, namun akhirnya para pemimpin bangsa bersedia melakukan perundingan dengan Belanda untuk menghindari jatuhnya korban. Terhitung terdapat tiga perjanjian antara Indonesia dan Belanda. Setelah melalui pertumpahan darah dan perjuangan diplomatis, pada tanggal 27 Desember 1949, Belanda mengakui Kedaulatan Republik Indonesia dengan syarat Indonesia haruslah berbentuk serikat. NKRI yang diproklamasikan Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1945 hanya dianggap sebagai negara bagian dari RIS. Akhirmya, pada tanggal 16 Desember 1949 diselenggarakan pemilihan presiden RIS di Yogyakarta. Soekarno terpilih dalam pemilu tersebut dan dilantik keesokan harinya, sehingga untuk mengganti kekosongan dalam jabatan Presiden Negara Republik Indonesia, diangkatlah Mr. Assat.
Bentuk negara serikat (RIS) nyatanya tidak hidup terlalu lama di bumi Indonesia. Pada tanggal 17 Agustus 1950 Indonesia kembali menganut bentuk negara kesatuan walaupun konstitusinya masih menggunakan konstitusi RIS (UUDS 1950) dan sistem pemerintahan masih berbentuk parlementer dimana para menteri (kabinet) bertanggung jawab kepada parlemen. Jabatan presiden pun diambil alih lagi oleh Soekarno tetapi jabatan ini hanya sebagai kepala negara saja. Untuk urusan kepala pemerintahan masih dipegang oleh perdana menteri.
Walau sudah kembali kedalam bentuk negara kesatuan, terdapat ketidakpuasan terhadap pemerintah pusat yang terjadi di beberapa daerah sehingga menimbulkan gerakan separatis. Kemudian sering terjadinya pergantian kabinet yang jumlahnya mencapai tujuh kali. Keadaan tersebut semakin dirancukan oleh berbagai keaadan seperti, rancunya hubungan antara legislatif dan eksekutif dimana menurut pihak eksekutif, konstituante sebagai pihak legislatif pada masa itu tidak mampu menyelesaikan tugasnya dalam menghasilkan Undang-undang yang baru.
Presiden Soekarno yang saat itu hanya menjabat sebagai presiden konstitusional dimana kedudukannya hanya sebagai simbol pemersatu bangsa tidak puas dengan kedudukannya itu dan ingin ikut campur dalam pemerintahan. Menurut pengataman Soekarno, demokrasi liberal yang dipegang Indonesia saat itu tidak mendorong Indonesia mendekati tujuan revolusi yang berupa masyarakat adil dan makmur, sehingga pada gilirannya pembangunan ekonomi sulit dimajukan. Soekarno ingin melihat bangsa Indonesia kembali seperti pada awal-awal kemerdekaan dulu.
Dengan dalih itu, akhirnya pada tanggal 5 Juli 1959, Soekarno mengeluarkan Dekrit yang isinya membubarkan konstituante dan menyatakan kembali ke UUD 1945. Dengan ini pula menandai awal berdirinya masa Demokrasi Terpimpin di Indonesia.
Namun sangat disayangkan, pada masa ini terjadi banyak penyimpangan. Praktik dari cita-cita Demokrasi Terpimpin yang luhur tidak pernah dilaksanakan secara konsekuen. Soekarno diangkat sebagai presiden seumur hidup melalui TAP MPRS No.III Tahun 1963. Hal ini telah menyalahi UUD 1945 mengenai pembatasan waktu jabatan presiden selama lima tahun. Soekarno pun membubarkan konstituante (DPR) hasil dari pemilu pertama dan digantikan oleh DPR-GR. DPR-GR ditonjolkan peranannya dalam membantu pemerintah tetapi fungsi kontrolnya ditiadakan. Selanjutnya pimpinan DPR-GR diangkat sebagai menteri. Dengan demikian, DPR-GR ditekankan fungsinya sebagai pembantu presiden disamping fungsi utamanya sebagai wakil rakyat. Kemudian konsep trias politica seolah hilang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar