Gaya
kepemimpinan Ir. Soekarno
Leadership: Kemampuan mempengaruhi orang lain, bawahan
atau kelompok, kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau kelompok,
memiliki kemampuan atau keahlian khusus dalam bidang yang diinginkan oleh
kelompoknya, untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok.
Ir. Soekarno adalah pemimpin yang
kharismatik, memiliki semangat pantang menyerah dan rela berkorban demi
persatuan dan kesatuan serta kemerdekaan bangsanya. Namun berdasarkan
perjalanan sejarah kepemimpinannya, ciri kepemimpinan yang demikian ternyata
mengarah pada figur sentral dan kultus individu. Menjelang akhir
kepemimpinannya terjadi tindakan politik yang sangat bertentangan dengan UUD
1945, yaitu mengangkat Ketua MPR (S) juga.
Gaya kepemimpinan yang diterapkan
oleh Ir. Soekarno berorientasi pada moral dan etika ideologi yang mendasari
negara atau partai, sehingga sangat konsisten dan sangat fanatik, cocok
diterapkan pada era tersebut. Sifat kepemimpinan yang juga menonjol dan Ir.
Soekarno adalah percaya diri yang kuat, penuh daya tarik, penuh inisiatif dan
inovatif serta kaya akan ide dan gagasan baru. Sehingga pada puncak
kepemimpinannya, pernah menjadi panutan dan sumber inspirasi pergerakan
kemerdekaan dari bangsa-bangsa Asia dan Afrika serta pergerakan melepas
ketergantungan dari negara-negara Barat (Amerika dan Eropa).
Soekarno termasuk sebagai tokoh
nasionalis dan anti-kolonialisme yang pertama, baik di dalam negeri maupun
untuk lingkup Asia. Dalam perjuangannya, mereka harus memiliki visi kemasyarakatan dan visi tentang negara merdeka.
Ini khususnya ada dalam dasawarsa l920-an dan 1930-an pada masa kolonialisme
kelihatan kokoh secara alamiah dan legal di dunia. Prinsip politik
mempersatukan elite gaya Soekarno adalah “alle leden van de familie aan een eet-tafel”
(semua anggota keluarga duduk bersama di satu meja makan). Dia memperhatikan
asal-usul daerah, suku, golongan, dan juga partai.
Tindakan apa
yang dilakukan Soekarno Sebelum Kemerdekaan ?
Pada masa pergerakan nasional kita
telah mengenal beberapa kelompok organisasi sosial maupun politik seperti:
Boedi Utomo, Sarikat Islam, dsb, yang masing-masing berjuang untuk tujuan yang
sama yaitu melepaskan diri dari
kolonialisme Belanda. Salah satu dari gerakan tersebut adalah nasionalisme
radikal (PNI) yang didirikan oleh Soekarno, dialah yang memberikan warna pada
gerakan tersebut dan dia pula yang menempatkan
nasionalisme pada tempat yang paling tinggi.
Bagi Soekarno, bangsa, kebangsaan
atau nasionalisme dan tanah air merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan. Dia memandang semuanya sebagai “Ibu Indonesia” yang memberikan
seluruh isi alamnya untuk hidup kita semua. Itu sebabnya dia mengajak kita
untuk memperhambakan diri kepadanya. Penderitaan bangsa Indonesia dibawah
kolonialisme Belanda juga memberikan pengaruh terhadap warna nasionalisme yang
diyakininya. Nasionalisme yang diyakininya adalah berdasarkan menselijkheid.
“Nasionalismeku adalah perikemanusiaan”,
Soekarno menciptakan Pancasila yang terdiri dari: Kebangsaan Indonesia;
Internasionalisme atau perikemanusiaan; Mufakat atau Demokrasi; Kesejahteraan
Sosial dan Ketuhanan Yang Berkebudayaan; yang kemudian menjadi dasar negara
Indonesia.
Tindakan
Soekarno Setelah Kemerdekaan :
Sehari setelah diproklamasikan
kemerdekaan Indonesia, PPKI segera menunjuk Soekarno sebagai Presiden Republik
Indonesia yang pertama. Ini semua tidak lepas atas kontribusi yang diberikannya
kepada bangsa ini, sehingga bangsa ini telah sampai kepada pintu gerbang
kemerdekaannya. Selanjutnya, Soekarno yang telah mendapat legitimasi dan
wewenang bergerak untuk memimpin jalannya roda pemerintahan Indonesia.
Ternyata, Indonesia yang sudah
memproklamasikan kemerdekaannya belumlah sepenuhnya merdeka. Indonesia masih
mendapatkan ancaman dari serdadu Belanda yang datang melakukan agresi militer
sekaligus gencatan senjata. Walaupun didalam jiwa bangsa Indonesia masih
bergelora semangat juang “Sekali Merdeka tetap merdeka” dan “Merdeka atau
Mati”, namun akhirnya para pemimpin bangsa bersedia melakukan perundingan
dengan Belanda untuk menghindari jatuhnya korban. Terhitung terdapat tiga
perjanjian antara Indonesia dan Belanda. Setelah melalui pertumpahan darah dan
perjuangan diplomatis, pada tanggal 27 Desember 1949, Belanda mengakui
Kedaulatan Republik Indonesia dengan syarat Indonesia haruslah berbentuk
serikat. NKRI yang diproklamasikan Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1945 hanya
dianggap sebagai negara bagian dari RIS. Akhirmya, pada tanggal 16 Desember
1949 diselenggarakan pemilihan presiden
RIS di Yogyakarta. Soekarno terpilih dalam pemilu tersebut dan dilantik
keesokan harinya, sehingga untuk mengganti kekosongan dalam jabatan Presiden
Negara Republik Indonesia, diangkatlah Mr. Assat.
Bentuk negara serikat (RIS) nyatanya
tidak hidup terlalu lama di bumi Indonesia. Pada tanggal 17 Agustus 1950
Indonesia kembali menganut bentuk negara
kesatuan walaupun konstitusinya masih menggunakan konstitusi RIS (UUDS
1950) dan sistem pemerintahan masih berbentuk parlementer dimana para menteri
(kabinet) bertanggung jawab kepada parlemen. Jabatan presiden pun diambil alih
lagi oleh Soekarno tetapi jabatan ini hanya sebagai kepala negara saja. Untuk
urusan kepala pemerintahan masih dipegang oleh perdana menteri.
Walau sudah kembali kedalam bentuk
negara kesatuan, terdapat ketidakpuasan terhadap pemerintah pusat yang terjadi
di beberapa daerah sehingga menimbulkan
gerakan separatis. Kemudian sering terjadinya pergantian kabinet yang jumlahnya mencapai tujuh kali. Keadaan
tersebut semakin dirancukan oleh berbagai keaadan seperti, rancunya hubungan
antara legislatif dan eksekutif dimana menurut pihak eksekutif, konstituante
sebagai pihak legislatif pada masa itu tidak mampu menyelesaikan tugasnya dalam
menghasilkan Undang-undang yang baru.
Presiden Soekarno yang saat itu
hanya menjabat sebagai presiden konstitusional dimana kedudukannya hanya
sebagai simbol pemersatu bangsa tidak puas dengan kedudukannya itu dan ingin
ikut campur dalam pemerintahan. Menurut pengataman Soekarno, demokrasi liberal
yang dipegang Indonesia saat itu tidak mendorong Indonesia mendekati tujuan
revolusi yang berupa masyarakat adil dan makmur, sehingga pada gilirannya
pembangunan ekonomi sulit dimajukan. Soekarno ingin melihat bangsa Indonesia
kembali seperti pada awal-awal kemerdekaan dulu.
Dengan dalih itu, akhirnya pada
tanggal 5 Juli 1959, Soekarno mengeluarkan
Dekrit yang isinya membubarkan konstituante dan menyatakan kembali ke UUD 1945.
Dengan ini pula menandai awal berdirinya masa Demokrasi Terpimpin di Indonesia.
Namun sangat disayangkan, pada masa
ini terjadi banyak penyimpangan. Praktik dari cita-cita Demokrasi Terpimpin
yang luhur tidak pernah dilaksanakan secara konsekuen. Soekarno diangkat
sebagai presiden seumur hidup melalui TAP MPRS No.III Tahun 1963. Hal ini telah
menyalahi UUD 1945 mengenai pembatasan waktu jabatan presiden selama lima
tahun. Soekarno pun membubarkan
konstituante (DPR) hasil dari pemilu pertama dan digantikan oleh DPR-GR.
DPR-GR ditonjolkan peranannya dalam membantu pemerintah tetapi fungsi
kontrolnya ditiadakan. Selanjutnya pimpinan DPR-GR diangkat sebagai menteri.
Dengan demikian, DPR-GR ditekankan fungsinya sebagai pembantu presiden
disamping fungsi utamanya sebagai wakil rakyat. Kemudian konsep trias
politica seolah hilang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar